Tentang Mie Instan


Mie instan itu harganya naik terus ya. Aku ingat, waktu aku masih balita harga mie instan itu kalau tidak salah 600 rupiah. Itu belasan tahun lalu. Sekarang udah 2000 rupiah sampai 2500 rupiah. Aku ingin menuliskan beberapa hal tentang mie instan, bukan tentang khasiat atau bahayanya. Kalau itu kalian pasti sudah sering membacanya, dari sumber yang terpercaya yang lebih akurat daripada kalau aku yang menyampaikan. Hehehe
Lagi-lagi ini ceritaku dari aku masa kanak-kanak bahkan kalau memungkinkan sampai sekarang. Mungkin aku menyampaikannya dengan tidak berurutan karena memori otakku yang tidak bisa mengurutkannya juga. Silahkan menyimak, semoga bahagia…
Bermula saat aku usia 5 tahun dan sebelumnya. Mungkin sejak balita aku sudah sering mengkonsumsi mie instan. Kalian pernah mendengar bukan, mengenai larangan makan mie instan dengan nasi? Paragraf ini ceritaku tentang mie instan dan nasi. Dulu aku lebih sering makan mie instan kuah daripada goreng. Ibuku yang sering memasakkannya untukku, tapi tidak setiap hari ya, bahaya. Ibu memasak mie instan lalu menaruhnya dalam mangkuk warna-warni. Aku yang memakannya ehehe.. aku habiskan mie nya, hingga tersisa kuahnya. Setelah tersisa kuahnya apa yang aku lakukan? Aku minta nasi, lalu dimakan dengan kuah mie instan. Selalu begitu. Sampai-sampai suatu hari ada anak tetangga yang agak jauh rumahnya menertawaiku. Jadi aku tidak melanggar larangan makan mie instan dengan nasi kan? Aku kan makan nasi dengan kuah mie instan, hehe…
Lagi. Waktu itu aku kelas 3 SD kalau tidak salah dan bulan Ramadhan. Aku dan ibu sedang makan sahur jam 3 lebih 30 menit, dini hari tentunya. Sayur buncis menjadi teman nasi yang aku makan. Ibuku tidak makan, hanya memandangiku makan. Katanya, kalau aku selesai makan baru ibu mau makan. Aku ingat, waktu itu sayur buncis yang dimasak di sore hari sebelum berbuka puasa tersisa sedikit. Mungkin hanya cukup untukku saja belum tentu kenyang. Huh… dasar aku, rakus banget sih. Makanku hampir habis, ibu pergi ke dapur untuk memasak mie instan yang tersedia di rumah. Ibu kembali dari dapur setelah selesai memasak mie, dan menyodorkan mie itu di hadapanku. “Makan lagi,” kata ibuku. Aku memakan mie instan itu, lagi-lagi ibu hanya memandangiku. “Belum kenyang?” kata ibuku lagi. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan tersenyum. Mie instan itu sampai tersisa setengah, dan aku berhenti makan karena merasa kenyang. Ibuku lalu mengambil nasi ditaruh di mangkuk mie instan itu, kemudian makan sahur. Tinggal aku yang memandangi ibuku sedang makan.
Kamu tahu? Mie instan menunjukkan padaku betapa sayangnya ibuku padaku. <3
Lain lagi. Waktu itu di rumah belum ada televisi sehingga aku sering ke rumah tetanggaku di malam hari. Suatu malam, aku main di tetanggaku yang berada di samping rumahku persis di mana keluarga itu masih saudara dekat dengan keluargaku. Namanya Mbok Samir, ibu di keluarga itu. Mbok Samir memasak semangkuk mie instan kuah untuk kedua anaknya yang usianya tidak jauh dariku, dua tahun di atasku dan tujuh tahun di atasku. Oh iya, sebenarnya Mbok Samir ini punya anak 3 perempuan semua, yang sulung saat itu sudah berumah tangga, tinggallah 2 anak yang satu rumah dengannya saat itu. Aku lanjut ceritaku, ya. Di atas mangkuk bergambar ayam jago itu sudah tersaji mie instan yang sudah dimasak dan sendok 3 buah. “Lis sini makan bareng,” ucap Mbok Samir. Aku dengan malu-malu menghampiri kedua anaknya untuk makan bersama. Satu mangkuk, tiga orang.
Di tengah-tengah makan aku kesulitan mengambil mie dengan sendok, kan lebih mudah menggunakan garpu. Karena kesulitan aku menundukkan kepalaku mendekat ke mangkuk, agar mie instan dari sendok lebih mudah sampai ke mulutku. Alhasil, mie instan yang terlahap dalam sekali suap banyak sekali. Kedua anak Mbok Samir memandangiku heran dan saling pandang. Aku sangat malu tentunya, merasa seperti anak yang sangat rakus sekali. Karena itu, aku memperlambat makanku dan berhenti sebelum mie instan itu habis. Esok siangnya, aku bermain ke situ lagi. Di tengah-tengah cerita dengan kedua anak Mbok Samir, salah satu dari mereka berkata, “Wilis mau mbengi doyan  apa kencot?” diikuti gelak tawanya. Aku terdiam teringat kejadian semalam saat makan mie instan. Dan malu. Hahaha. Oh iya, kamu tahu artinya tidak, sini aku beri tahu, itu artinya begini “Wilis tadi malam doyan atau lapar?”
Ini adalah hal yang paling terkenang tentang mie instan. Yang masih aku inginkan hingga sekarang. Dulu aku dan adikku sering memakan mie instan bersama, satu mangkuk ataupun piring untuk berdua. Tapi tak banyak yang aku ingat. Ayo aku ceritakan salah satu yang aku ingat.
Adikku, namanya Babang, memiliki kecepatan makan 3 kali lipat lebih cepat daripada aku. Hampir setiap kali makan bersama dalam satu wadah, terjadi kejadian seperti aku makan bersama anak Mbok Samir. Aku memandangi adikku dengan kesal saat itu terjadi. Lalu ibuku atau tanteku yang melihat berkata padaku, “kamu yang cepet donk kalau makan” diikuti tawa setelahnya. Sampai sekarang, aku masih menginginkan hal ini terus terjadi. Aku dan adikku makan mie instan semangkuk berdua. Yahh… sayangnya sudah sangat jarang terjadi. Aku merantau di kota lain, jarang bertemu malah. Hanya sesekali saat libur semester atau lebaran. Kalau pun aku tidak merantau, belum tentu dia masih mau makan semangkuk untuk berdua. Pernah satu kali, saat libur semester di rumah aku memasak mie instan. Aku menaruh dua sendok dan satu garpu di atas mangkuknya. Ketika mau makan, aku menghampiri adikku di depan televisi yang tidak dinyalakan, dia sedang bermain game di handphonenya. Aku menawarinya, “bang ayo makan bareng, udah ada dua sendok nih,” kataku. Dan kalian tahu apa kata adikku? “Nggak mau ah, udah kenyang,” hmm…. Dek ketahuilah, aku rindu makan semangkuk berdua denganmu.
Satu fakta, adikku sangat suka mie instan. Dulu, pernah adikku yang masih berumur 5 atau 6 tahun, aku lupa detailnya. Tanteku mau memasak mie instan untuk adikku, dan mengajak adikku untuk melihatnya. Sebelum ke dapur, adikku menghampiriku. Dia bilang, “Kak, aku mau masak mie, kamu minta nggak? Enggak?” dalam Bahasa Jawa ngapak yaaa. Tanteku yang melihat itu tertawa terbahak, lalu bilang “Bang, kalau nawarin ke orang itu jangan gitu, masa nawarinnya disuruh nggak mau,” adikku tersenyum lucu selepas tante berkata seperti itu. Sungguh, aku pun tertawa saat menulis ini, sambil membayangkan kejadian waktu itu. Hahaha… ingin kuulang lagi.
Aku lanjut lagi ya ceritanya. Keluargaku juga sering memasak mie instan dalam jumlah banyak untuk dijadikan lauk makan malam. Saat itu, masih ada kakek nenek dan beberapa anaknya. Intinya, dihuni ramai-ramai lah rumahnya. Aku ingat, saat itu harga mie instan masih 1400 rupiah. Membeli di warung sebanyak 3 atau 4 bungkus dan memasaknya sekaligus untuk dijadikan lauk makan malam. Tentu saja mie instan itu dimasak dengan beberapa bahan tambahan. Seperti cabe yang tidak dipotong-potong maupun dipotong-potong (tergantung keinginan), bawang merah dan putih, dan sayuran. Jarang sekali keluargaku makan di waktu yang bersama-sama, kalau lapar ya ambil sendiri di lemari makan. Tidak ada makan malam bersama dan sebagainya (kecuali bulan Ramadhan pasti berbuka puasa bersama). Hanya pada saat menu mie instan di waktu makan malam. Mie yang sudah dimasak sekaligus ditaruh di mangkuk yang besar lalu disajikan di ruang keluarga bersama secething nasi. Lalu kami makan bersama. Huh… indahnya… Saat-saat seperti itulah yang aku rindukan ketika aku di ratauan.
Ada suatu kejadian lucu. Saat itu, kami makan malam dengan mie instan bersama di mana mie instan dimakan dengan cabe yang tidak dipotong. Kalau aku bilang sih, namanya gluntungan. Aku lupa ada siapa saja waktu itu, ada berapa orang juga aku lupa. Yang jelas aku ingat, ada ibu, aku, adikku, om tanteku, kakek nenekku.  Siapa lagi yaa?? Duh… mending langsung ke cerita aja. Di tengah-tengah makan adikku bertanya, “Cabenya pedes nggak?” lalu ada omku yang nyeletuk, “Ya dicoba biar tau,”. Mendengar itu, adikku menggigit cabe yang diambilnya, sepersekian detik setelah menggigit adikku berlari terbirit-birit ke dapur mengambil minum. Kami semua tertawa melihatnya. Hahaha… lagi-lagi aku juga tertawa menulisnya.
Ada lagi nggak ya? Sebenarnya masih banyak, tapi aku banyak yang lupa. Lupa kejadiannya, tapi ingat perasaannya. Haha..
Ya begitulah mie instan di hidupku. Bukan sekedar makanan yang membuat kenyang tapi mudah membuatnya. Bukan pula tentang bahaya memakannya dengan nasi dan mitos-mitos maupun fakta-fakta lainnya tentang mie instan yang sering aku temui. Bagiku, di dalam mie instan terdapat kebersamaan, yang sering aku rindukan. Sering juga di rantauan aku memakan mie instan, sendiri. Dengan perasaan rindu, membayangkan kebersamaan itu. I Love You All, My Family, sampai harga mie instan satu juta atau berapapun. <3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerbung RiFy

Cerita Pendek (Cerpen) : Kita Memang Aneh

HAL TERINDAH (Oleh : Wilis Nurbarokah)