Koperasi Budaya Berbasis Modal Sosial dan Publikasi Media sebagai Perwujudan Sistem Perekonomian Pancasila (Oleh : Wilis Nurbarokah)
Pendahuluan
Saat
ini, dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0 setelah sebelumnya terjadi
pula revolusi-revolusi yang membawa perubahan besar di masyarakat.
Masing-masing era revolusi memiliki ciri yang berbeda-beda, mulai dari abad
ke-18 dengan adanya lokomotif seperti kereta uap atau alat lainnya yang
merupakan hasil dari mesin pembakaran, kemudian dilanjutkan pada era revolusi
industri 2.0 pada abad ke-20 yang ditandai dengan ditemukannya teknologi tenaga
listrik yang dikembangkan dari tenaga uap dan air serta mulai diproduksinya
mesin-mesin secara masal. Setelah revolusi industri 2.0 muncullah generasi
berikutnya pada tahun 1970-an yang ditandai dengan munculnya komputerisasi dan
otomatisasi. Dan saat ini di era revolusi industri 4.0 yang membawa masyarakat
untuk terus berinovasi dalam menciptakan kemudahan-kemudahan dalam
pekerjaannya, sehingga terciptalah robot-robot pintar, superkomputer, kendaraan
tanpa pengemudi, dan yang lain sebagainya (Schwab dalam Dadan Nugraha, 2018).
Perubahan
dari segala aspek yang begitu cepat mengharuskan dunia harus mampu beradaptasi
dengan perubahan yang ada. Proses adaptasi terhadap perubahan atau revolusi pun
akan menuntut manusia untuk terus berinovasi agar memiliki kemampuan dalam
persaingan global. Kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan
berbeda-beda sesuai dengan modal sosial yang dimilikinya (Kusumastuti, 2015).
Perbedaan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan dapat menyebabkan
ketimpangan sosial yang diasumsikan sebagai tantangan terbesar dari era
revolusi industri 4.0.
Dalam
studi ilmu ekonomi, ketimpangan salah satunya terjadi dalam hal distribusi
pendapatan, di mana terdapat perbedaan pendapatan yang sangat mencolok di dalam
masyarakat (Todaro, 2003). Perbedaan distribusi pendapatan ini akan menimbulkan
adanya kelas-kelas dalam masyarakat dan angka ketimpangan yang terus meningkat
mengakibatkan orang yang kaya semakin kaya dan orang yang miskin semakin
miskin.
Hal
ini tidak sejalan dengan tujuan perekonomian Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila berupa mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi. Untuk itu
diperlukan suatu upaya untuk mewujudkan sistem perekonomian pancasila yang
berdasarkan pada Ketuhanan dan Kemanusiaan, dan dengan proses
yang berasaskan Kekeluargaan dan Nasionalisme.
Di
Indonesia, terdapat badan perekonomian yang disebut sebagai soko guru
perekonomian nasional. Badan perekonomian ini merupakan badan yang berdasarkan
asas kekeluargaan dan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian menyebutkan koperasi adalah badan hukum
yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan
pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang
memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Sebagai soko guru perekonomian
nasional sudah pasti koperasi merupakan salah satu dari wujud sistem
perekonomian pancasila. Koperasi sebagai wujud sistem perekonomian pancasila,
saat ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan bahkan cenderung jalan di
tempat (Camelia Fanny Sitepu dan Hasyim, 2018).
Berdasarkan
permasalahan tersebut, penulis menggagas Koperasi Budaya Berbasis Modal Sosial
dan Publikasi Media sebagai Perwujudan Sistem Perekonomian Pancasila. Gagasan
ini memanfaatkan potensi modal sosial yang ada dalam masyarakat dan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga perwujudan sistem
perekonomian pancasila dapat lebih optimal melalui Koperasi Budaya.
Isi
Modal
sosial merupakan ciri-ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma,
dan kepercayaan yang memudahkan koordinasi dan kerjasama untuk mendapatkan
manfaat bersama (Putnam, 1993). Menurut Robert Putnam, modal sosial yang
berwujud norma-norma dan jaringan keterkaitan merupakan kondisi awal dari
terciptanya perkembangan ekonomi. Ada pun alasan penting bagi Putnam untuk
berpendapat demikian. Pertama, adanya jaringan sosial memungkinkan adanya
koordinasi dan komunikasi dapat menumbuhkan perasaan saling percaya di antara
sesama anggota masyarakat. Kedua, kepercayaan (trust) berimplikasi
positif dalam kehidupan masyarakat yang dapat dibuktikan dengan adanya
kenyataan dalam keterkaitan antara orang-orang yang saling percaya (mutual
trust) dalam suatu jaringan sosial dapat memperkuat norma-norma mengenai
keharusan untuk saling membantu. Ketiga, keberhasilan kerjasama dalam jaringan
ini dapat mendorong keberlangsungan kerjasama pada waktu berikutnya (Syahra,
2003).
Koperasi
Budaya merupakan badan perekonomian yang berbasis pada modal sosial dan
publikasi media sehingga dapat mewujudkan Sistem Perekonomian Pancasila yang
mengedepankan azas kekeluargaan dan nasionalisme berdasarkan ketuhanan dan
kemanusiaan untuk mewujudkan keadilan sosial ekonomi. Adapun produk-produk yang
diusahakan dalam Koperasi Budaya berupa produk-produk kebudayaan daerah dan
nasional yang mencakup berbagai unsur-unsur kebudayaan yang universal. Menurut
C. kluckhohn dalam Joko Tri Prasetya dkk (2013), terdapat tujuh unsur-unsur
kebudayaan secara universal yaitu peralatan dan perlengkapan hidup, sistem
matapencaharian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa sebagai media
komunikasi, ilmu pengetahuan, kesenian, dan sistem religi. Akan tetapi, produk
dalam Koperasi Budaya hanya terdiri dari beberapa unsur, yaitu :
1.
Perlengkapan dan
peralatan hidup manusia sehari-hari, seperti pakaian, perumahan, alat rumah
tangga, dan sebagainya.
2.
Hasil-hasil dari
matapencaharian penduduk, seperti hasil pertanian, peternakan, perkebunan,
kerajinan, dan lain-lain.
3.
Bahasa yang berwujud karya
sastra Indonesia, misalnya buku tentang cerita rakyat, antologi puisi, dan
lain-lain.
4. Kesenian, misalnya hasil-hasil seni rupa berupa patung, lukisan, dan lain sebagainya. Selain itu mengadakan pagelaran seni, baik seni suara maupun seni tari tradisional dan seni drama yang membawakan cerita rakyat Indonesia.
Implikasi
modal sosial dan publikasi media dalam Koperasi Budaya yaitu sebagai berikut.
1. Modal
Sosial dalam Koperasi Budaya
Koperasi Budaya yang berbasis pada
modal sosial mengandung arti bahwa dalam koperasi budaya terdapat norma-norma,
rasa saling percaya, dan jaringan sosial. Norma merupakan seperangkat aturan
agar hubungan antarmanusia dalam masyarakat terjalin dengan baik (Soerjono
Soekanto, 1982). Aturan-aturan yang berlaku di dalam Koperasi Budaya ini berupa
aturan dalam pendirian koperasi, anggaran dasar, keanggotaan koperasi, modal
koperasi, dan penggunaan sisa hasil usaha.
Dalam mendirikan koperasi, setidaknya
ada empat syarat yang harus ada. Syarat tersebut yaitu kepentingan ekonomi yang
sama, tujuan ekonomi yang sama, jumlah sekurang-kurangnya 20 orang yang
merupakan warga Negara Indonesia, dan bertempat tinggal di wilayah tertentu
(Widiyanti dan Sunindhia, 1998). Pendirian Koperasi Budaya akan lebih optimal
apabila dipelopori oleh pemuda. Oleh karena itu, keberadaan Komunitas Mahasiswa
Daerah (KOMDA) akan sangat bermanfaaat bagi pendirian Koperasi Budaya di mana
mahasiswa memiliki kepentingan dan tujuan ekonomi yang sama dalam upaya
meningkatkan perekonomian Indonesia dan mewujudkan perekonomian Pancasila.
Selain itu, Koperasi Budaya ini juga dapat dijadikan sebagai wadah untuk
melestarikan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Koperasi Budaya yang
digawangi oleh KOMDA didirikan di setiap daerah kabupaten/kota. Kemudian
Koperasi Budaya yang ada di setiap daerah ini terintegrasi dalam satu wadah
Koperasi Budaya Indonesia.
Aturan-aturan lainnya seperti
keanggotaan koperasi, modal koperasi, dan penggunaan sisa hasil usaha sama
dengan badan usaha koperasi pada umumnya. Misalnya keanggotaan yang bersifat
bebas dan sukarela, modal koperasi yang bersumber dari anggota, bukan anggota,
pemerintah, Bank Umum, Koperasi dan bank-bank lain, serta hasil usaha. Salah
satu hasil usaha yang menjadi pemasukan untuk modal koperasi adalah melalui
pagelaran seni budaya.
Selain norma, aspek lain dari modal
sosial adalah trust atau kepercayaan. Trust pada tingkatan
individual bersumber pada nilai-nilai di antaranya agama atau kepercayaan yang
dianut, kompetensi seseorang, dan keterbukaan (Abdullah, 2013). Oleh karena
itu, dalam Koperasi Budaya kepengurusan diberikan kepada orang yang dipercaya
oleh anggotanya, yang dianggap memiliki integritas dan kompetensi. Selain itu,
untuk menjaga kepercayaan anggota, maka akan diterapkan transparansi dalam
segala hal yang menyangkut usaha koperasi kepada seluruh anggotanya.
Aspek lain dari modal sosial adalah
jaringan. Koperasi Budaya berdiri di Kabupaten/Kota kemudian koperasi-koperasi
yang berkedudukan di setiap Kabupaten/Kota membentuk satu kesatuan yang disebut
Koperasi Budaya Indonesia. Artinya setiap Koperasi Budaya yang ada di
Kabupaten/Kota akan terhubung dan dapat melakukan transaksi.
2. Publikasi
Media Koperasi Budaya
Era revolusi industri 4.0 membawa
manusia kepada era digital, yang mana hampir segala lini kehidupan diberikan
kemudahan dengan adanya teknologi digital. Koperasi Budaya sebagai upaya
perwujudan sistem perekonomian Pancasila tidak menyia-nyiakan kemudahan yang
saat ini tersedia. Dengan teknologi internet, melalui pembuatan website
koperasibudaya.id menjadi wadah bagi Koperasi Budaya di setiap daerah untuk mengembangkan
koperasinya. Setiap anggota koperasi memiliki akun pada website koperasi.
Adapun manfaat website
koperasibudaya.id bagi setiap Koperasi Budaya yang berkedudukan di
Kabupaten/Kota yaitu sebagai berikut.
a.
Sebagai media publikasi
hasil-hasil kebudayaan di setiap daerah,
b.
Sebagai media publikasi event
pagelaran yang diselenggarakan di setiap daerah,
c.
Sebagai sarana untuk
menjual produk-produk kebudayaan dalam Koperasi ke luar daerah secara online,
sehingga produk-produk kebudayaan dapat dijangkau secara luas, dan
d.
Sebagai media transparasi
koperasi untuk mempertahankan kepercayaan anggota koperasi pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Selain
website, publikasi Koperasi Budaya juga digerakkan melalui media sosial lainnya
yang berkembang saat ini seperti instagram, facebook, youtube, dan twitter. Hal
ini dilakukan agar keberadaan Koperasi Budaya lebih mudah diakui sehingga lebih
cepat dijangkau masyarakat secara luas. Selain itu, apabila terdapat keuntungan
finansial dari penggunaan media sosial sebagai media publikasi Koperasi Budaya,
maka keuntungan finansial itu akan menjadi modal koperasi. Koperasi Budaya ini
dalam pelaksanaannya memanfaatkan potensi yang dimiliki daerah itu sendiri,
baik potensi alam maupun sosial. Sehingga masyarakat bisa menjadi lebih
diberdayakan, terutama masyarakat yang tidak memiliki penghasilan yang tetap
sebelumya.
Selain
sebagai perwujudan sistem perekonomian Pancasila, Koperasi Budaya juga dapat
menjadi sarana pelestarian kebudayaan nasional. Karena produk-produk dalam
Koperasi Budaya ini merupakan produk yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia
sendiri. Dengan adaanya Koperasi Budaya ini maka selain identitas perekonomian
Indonesia, identitas kebudayaan Nasional juga tetap lestari.
Penutup
Dengan
berbasis pada modal sosial dan publikasi media, Koperasi Budaya dapat dijadikan
sarana perwujudan sistem perekonomian Pancasila. Koperasi Budaya yang berbasis
pada modal sosial yang berlandaskan pada Pancasila dapat menjamin kesejahteraan
anggotanya. Dan media publikasi dapat menjadikan Koperasi Budaya dapat
dijangkau secara luas sehingga dapat membantu memeratakan pendapatan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dan dengan ini dapat turut membantu
menekan angka ketimpangan.
Surakarta, 15 April 2019
Wilis Nurbarokah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Suparman. 2013. Potensi dan Kekuatan Modal Sosial daam suatu Komunitas.
Socius XII
Kusumastuti,
Ayu. 2015. Modal Sosial dan Mekanisme Adaptasi Masyarakat Pedesaan dalam
Pengelolaan dan Pembangunan Infrastruktur. Masyarakat : Jurnal Sosiologi,
20(1):81-97
Nugraha,
Dadan. 2018. Transformasi Sistem Revolusi Industri 4.0. Workshop
Technopreneurship “Road to TBIC 2019”
Prasetya, Joko Tri. 2013.
Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT Rineka Cipta
Putnam,
Robert. 1993. The Prosperous Community : Social Capital and Public Life. The
American Prospect, 13 (Spring 1993) : 35-42
Sitepu
C. F. dan Hasyim. 2018. Perkembangan Ekonomi Koperasi di Indonesia.
Niagawan 7(2)
Soekanto,
Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Syahra,
Rusydi. 2003. Modal Sosial : Konsep dan Aplikasi. Jurnal Masyarakat dan
Budaya 5(1)
Todaro,
M. P. dan S. C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid
1. Jakarta : Erlangga
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
Komentar
Posting Komentar