Sepatu Sekolah

 

Tuk…tuk…tuk… ada sepatu

Sepatuku sepatu baru

Kudapat dari mama

Karna rajin membantu

Ada yang tau lagu itu nggak? Aku nggak tau judulnya apa, dulu beberapa tahun lalu di rumah sering memutar lagu itu melalui kaset saat adik sepupuku yang kini kelas 7 SMP berusia balita. Tiba-tiba keinget aja sama lagu itu, aku jadi ingin cerita tentang sepatu sekolah. Haha dasar aku, sukanya cerita tentang sejarah diri sendiri aja. Oke ini cerita tentang sepatu sekolah yang aku ingat. Selamat membaca.

Bicara tentang sepatu sekolah, aku tidak ingat sepatu sekolah pertama yang aku miliki bagaimana bentuknya. Yang aku ingat hanya merknya, yaitu ATT. Dulu, waktu TK aku punya sepatu merk itu. Mama sangat membangga-banggakan merk sepatu itu karena awet. Tapi namanya anak TK kadang suka nggak nurut sama aturan. Suka aja gitu kadang minta berangkat sekolah pakai sendal. Hehe. Apalagi ya cerita tentang sepatu sekolah waktu TK? Kuingat-ingat ternyata aku tidak ingat. Jadi aku lanjut saja yaa

Waktu SD. Aku selalu dibelikan sepatu baru pada hampir setiap tahun ajaran baru, kalau bukan ya ketika menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Padahal aku tidak meminta. Baik kan mamaku. Ada beberapa temanku yang berganti sepatu kalau sepatunya sudah rusak dan itu waktunya lebih dari satu tahun. Aku dulu sering berpikir, kenapa aku dibelikan sepatu toh sepatuku masih bisa dipakai. Kenapa tidak untuk membeli keperluan lain saja? Ya sudah, aku bersyukur atas hal itu. Orang tuaku baik sekali, selalu mengusahakan.

Aku akan memberi tahu suatu hal, bukan tentangku ya. Waktu SD ada kebiasaan mengepel lantai kelas setiap hari sabtu bersama-sama anak satu kelas. Ya namanya anak SD tentunya sambil main air donk hehe. Biasanya, anak laki-laki yang mengambil air, ada yang mengambil di sungai dan ada yang mengambil di kamar mandi sekolah. Eh, bukan. Aku bukan ingin menceritakan tentang mengepel lantai kelas. Tapi, kalau kelas habis dipel, pasti hari seninnya lantai kelas dalam kondisi bersih kinclong. Kalau seperti ini, anak-anak akan melepas sepatu saat memasuki dan merapikannya di depan kelas. Nah, waktu itu kelas satu SD. Ada satu temanku pagi itu diantar kakaknya ke sekolah sampai ke depan kelas. Aku memperhatikan dia nampak bingung. Aku mendengar kakaknya mengatakan, “udah dipakai aja nggak papa, kamu nggak bisa masang sepatunya lagi nanti,” lalu temanku mengendap-endap masuk ke kelas kemudian duduk di meja samping mejaku. Aku lihat sepatunya, “ohh sepatu bertali, dia nggak bisa mengikat tali sepatu,” pikirku saat itu. Untung saja, tidak ada teman lain yang menyadari sampai siang hari.

Masih kelas satu SD. Aku memiliki sepatu berwarna pink tua yang dibelikan tanteku. Ukurannya sedikit kebesaran, tapi aku suka. Nah, di sekolah selalu ada senam pagi setiap hari Rabu dan Sabtu. Aku lupa saat itu hari apa, yang jelas sedang senam pagi. Aku sedang memakai sepatuku yang berwarna pink. Pada saat gerakan tangan di pinggang dan menghempaskan kaki ke depan, ada satu kejadian yang memalukan. Sepatuku terlepas. Iya terlepas dari kakiku. Ya ampun, aku sangat malu saat itu. Beberapa temanku tertawa melihat sepatuku terlepas. Aku langsung mengenakan kembali sepatuku dan melanjutkan gerakan senamku. Waktu itu, itu kejadian yang memalukan. Tapi kalau diingat-ingat lagi, lucu juga ya hahaha.

Masih mau membaca ceritaku tentang sepatu sekolah? Belum bosan, kan? Aku lanjutkan ya.

Saat kelas 2 SD, mamaku membelikanku sepatu saat menjelang hari kemerdekaan dan jadilah aku memakai sepatu baru saat upacara 17 Agustus. Waktu itu, tentulah aku sangat senang. Aku melepas label harga yang melekat, tetapi tidak bisa melepas tali berwarna putih dan pendek yang biasanya untuk tempat label harga di sepatuku. Pikirku kala itu, orang tidak akan menyadari keberadaannya karena berwarna putih dan berukuran kecil. Jadilah aku cuek saja. Akan tetapi ketika aku ke rumah seorang temanku untuk mengajak berangkat bersama, ayah temanku menyadari keberadaan tali putih itu, dan berkata, “Iya tahu sepatunya baru, iyaa hahaha” sambil tertawa. Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku, berkata “Nda, aku boleh pinjam gunting?” dengan masih menutup muka. Hahaha lagi-lagi memalukan, tapi lucu kalau diingat.

Cerita lain lagi ya, ini aku ketika kelas 5 SD. Aku ditunjuk oleh ibu guru untuk mengikuti perkemahan pramuka tingkat kecamatan waktu itu. Namanya baru pertama kali ikut perkemahan, pasti benar-benar diperhatikan oleh orang tua, dibelikan ini itu yang sekiranya diperlukan, termasuk sepatu baru. Aku dibelikan sepatu ukuran 35 waktu itu (sampai sekarang nambahnya nggak banyak, ukurannya jadi 36/37 haha). Kamu tahu apa yang terjadi ketika berangkat perkemahan? Sepatuku sama persis dengan sepatu temanku, benar-benar sama hanya berbeda ukuran saja. Dan temanku itu juga baru membeli beberapa waktu sebelum perkemahan. Ya, memang ini hal yang biasa sih. Tapi, karena sepatu kami sama, dan kami satu tenda, kami sering salah memakainya. Haha. tertukar, terutama aku sih. Yang paling sering salah. Dan dia menertawaiku kalau aku salah, hehe. Dasar aku, teledor.

Okey, aku lanjutkan lagi ya.

Saat SMP aku baru menyadari kalau aku berjalan, kakiku itu miring. Sehingga aku tidak pernah awet memiliki sepatu. Kelas 7 SMP, aku pernah pulang terlambat karena mengerjakan sesuatu di sekolah. Aku lupa mengerjakan apa waktu itu. Waktu itu hari sabtu kalau tidak salah. Aku bersama seorang temanku, ketika sekolah sudah sepi, hendak pulang ke rumah masing-masing. Saat melewati ruang guru, tiba-tiba seorang guru matematika bernama Bu Titi memanggilku. Beliau bertanya kira-kira seperti ini, “Nak, harga sepatu itu berapa ya?” Aku menjawab seadanya waktu itu, “kurang tahu bu, sepertinya macam-macam bu harganya,” setelah aku menjawab, Bu Titi memberiku sejumlah uang, “untuk membeli sepatu baru” katanya. Aku sedikit terkejut lalu terdiam, “Nggak papa, ini ibu kasih hadiah buat kamu, tolong terima yaa,” kata Ibu Titi yang melihatku terdiam. Aku tersenyum dan mengangguk lalu akhirnya menerima pemberian itu, menyalimi Ibu Titi. “Terima kasih banyak, ibu” kataku. “Kamu belajar yang rajin ya, nak. Hati-hati pulangnya, jangan lupa doakan orang tua,” pesan Ibu Titi kala itu, dan masih kuingat hingga saat ini. “Kamu juga ya, nak. Belajar yang rajin, jangan bilang ke teman-temanmu yang lain tentang ini, ya. Hati-hati di jalan.” Ucap Ibu Titi kepada temanku. Bukan hanya saat itu, Ibu Titi banyak memberi support kepadaku, memberiku semangat untuk terus belajar dengan rajin. Hingga saat kelulusan, Ibu Titi terus mendorongku agar melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Terima Kasih banyak Ibu Titi.

Masih saat SMP. Kelas 9 kalau tidak salah. Waktu itu, aku pulang sore karena ada pelajaran tambahan untuk persiapan ujian, baik ujian sekolah maupun ujian nasional. Sore itu hujan, aku dan beberapa temanku beristirahat di bawah pohon rambutan dan mengambil rambutan yang saat itu sudah matang di pohon. Tolong, ini jangan ditiru ya. Hehe. Tapi, keesokan harinya saat melewati pohon rambutan itu, ada pemiliknya kok, dan aku bersama teman-temanku mengatakan dengan jujur kalau hari sebelumnya telah mengambil buah rambutan, dan ternyata memang diperbolehkan. Oke, bukan tentang buah rambutan lagi. Aku lanjut, ya. Saat itu kehujanan kan, otomatis sepatuku basah. Sesampainya di rumah aku langsung mandi, sementara mamaku berniat mengeringkan sepatuku di tungku (pawon) menggunakan genteng bekas. Oke aku jelaskan ya, bagian depan sepatuku terbuat dari karet, bagian atasnya terbuat dari kain. Entah karena salah teknik dalam mengeringkan sepatu, atau bagaimana aku tidak tau, bagian yang terbuat dari karet jadi meleleh. Mamaku membawa sepatuku itu ke hadapanku, “Lah, Lis sepatune lumer.” Dengan ekspresi yang susah dijelaskan. Aku malah tertawa melihatnya, tidak tahu kenapa aku tertawa. Aku memang sudah absurd dari dulu. “Ya udah tidak apapa, besok pake sepatu yang dulu, kan masih bisa dipake, hahaha,” kataku waktu itu. Iya, sepatu yang dulu memang belum rusak, hanya saja bagian bawahnya sudah sangat tipis sehingga aku sering tergelincir saat memakainya.

Dua hari setelah kejadian itu, saat pulang dari sekolah tiba-tiba di rumah sudah ada sepatu baru. Iya, mamaku membelikanku sepatu baru. Mama menjual persediaan gabah yang ada, hasil upah dari mama bekerja saat panen di sawah orang. Aku ingin menangis saat itu, tapi kutahan. Terima kasih, mama.

Ini aku lanjut lagi ya ceritanya. Cerita tentang sepatu sekolah waktu aku SMA. Tentang aku menginginkan sepatu seperti milik teman-temanku. Teman-temanku kalau membeli sepatu baru pasti membeli di toko yang dikenal bagus. Dulu sempat merasa iri, dan sering memperhatikan sepatu milik teman-temanku. Ketika ada yang berjalan di depanku, atau bahkan ketika pelajaran olahraga. Tapi tidak apa. Aku bersyukur ibuku selalu membelikanku sepatu. Suatu saat, secara tidak sengaja sepatu milikku kembar dengan temanku, teman sebangku. Hahaha. Lagi-lagi, sepatu kembar itu mungkin hal biasa. Tapi menurutku ini lucu saja. Kita sebangku, sepatu kembar, tanggal lahir pun hampir sama, hanya selisih satu hari. Namanya Novi. Halo Novi, semoga kamu sehat selalu yaa. Ku tunggu undangan pernikahanmu dengan Bapak Polisi hehehe.

Terakhir, bukan tentang sepatu sekolahnya, tetapi tingkah lakuku. Sejak SMA, aku tidak betah memakai sepatu. Entah kenapa, kakiku merasa pegal kalau memakai sepatu. Bahkan pegalnya sampai ke lutut. Aku selalu membuka sepatuku di tengah-tengah pelajaran. Tapi tetap melihat situasi lah hehe. Bahkan ketika kelas 12, aku melepas sepatu ketika waktu shalat dzuhur, dan sering tidak memakainya sampai waktu pulang di sore hari. Ketika mau pulang, barulah aku memakai sepatuku. Pernah suatu hari, pelajaran terakhir hari itu hampir selesai. Aku pelan-pelan mengambil sepatuku dan memakainya pada saat guru masih menjelaskan. Ketika aku sedang memakaikan sepatu ke kakiku, tiba-tiba guru yang mengajar menegurku, “Sepatunya dipakai kalau mau pulang ya mbak?” Hehe aku lagi-lagi hanya tersenyum menunduk dan teman-teman menertawaiku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerbung RiFy

Cerita Pendek (Cerpen) : Kita Memang Aneh

HAL TERINDAH (Oleh : Wilis Nurbarokah)